KAPOLSEK Sukaresik Aiptu H.Edy SuprayitnoMT tampak antusias bila bicara soal pramuka.Maklum, karena dia pimpinan Satuan Karya Pramuka (Saka) Bhayangkara Kwarcab Kab.Tasikmalaya hingga sekarang, bahkan selama tiga periode.”Sebab, antarapolisi dengan pramuka ada hubungan bathin yang kuat. Buktinya di Gerakan Pramuka ada Saka Bhayangkara,”ungkapnya.
Edy Suprayitno mengatakan bahwa Saka Bhayangkara adalah wadah kegiatan kebhayangkaraan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan praktis dalam bidang keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas), guna menumbuhkan kesadaran berperan serta dalam pembangunan nasional, ialah satuan karya yang membidangi bidang kebhayangkaraan.
“Saka Bhayangkara ialah satuan karya terbesar dan paling berkembang di Indonesia. Saka Bhayangkara dapat dibentuk di hampir seluruh wilayah Kwartir di Indonesia, tidak terbatas pada suatu sumber daya atau kondisi alam. Dalam pelatihan Saka Bhayangkara, umumnya Gerakan Pramuka bekerjasama dengan pihak Kepolisian Republik Indonesia,”tutur H.Edy Suprayitno yang juga perintis pelatih Patroli Keamanan Sekolah (PKS) di Tasikmalaya ini.
Dia menilai, bahwa kegiatan Gerakan Pramuka di Kab.Tasikmalaya khususnya, ternyata cukup menggembirakan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga SMU sederajat. Buktinya, kini Kab. Tasikmalaya tengah membangun Gedung Pramuka yang berlantai dua dengan ukuran32 x 16 meter. Pembangunan gedung Pramuka di Mangunreja ini diperkirakan akan menghabiskan dana sekitar Rp.2,8 miliar.
Adapun dana untuk pembangunan Gedung Pramuka ini, menurut Aiptu H.Edy Suprayitno yang juga penitia pembangunan, adalah dari ‘bumbung’ anggota gerakan pramuka dari tiap sekolah Kab.Tasikmalaya, pemerintah daerah terutama Bupati Drs.H.Tatang Farhanul Hakim MPd, dinas, instansi dan lainnya, serta dari orangtua siswa turut berpartisipasi dan mendukung.
“Gedung Pramuka yang menjadi kebanggaan anggota Pramuka Kab Tasikmalaya ini mungkin termegah di Jawa Barat,”tutur Kapolsek Sukaresik yang aktif dikepramukaan sejak tahun 1986 sebagai pimpinan Saka Bhayangkara.
Karena aktif di Gerakan Pramuka Kwarcab Kab.Tasikmalaya itulah, maka nama H.Edy SuprayitnoMT sangat akrab dengan kalangan Pembina Pramuka di tiap sekolah maupun anggota Pramuka lainnya.(REDI MULYADI)***
KEBIJAKAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI TENTANG PERLINDUNGAN WNI DAN BHI DI LUAR NEGERI DAN KUNJUNGAN JURNALISTIK ASING DI INDONESIA (BAKOHUMAS KEMLU DENPASAR, 6-7 APRIL 2010
Oleh: Drs.ZULKARNAIN
Laporan Kegiatan Mengikuti Bakohumas Pemerintah
Kementerian Luar Negeri di Denpasar Bali.
Beberapa hal dari kegiatan Bakohumas Pemerintah Kementerian Luar negeri ini diinformasikan sebagai berikut :
a. kegiatan Bakohumas Pemerintah Kementerian Luar Negeri ini diikuti oleh kurang lebih 30 (tiga puluh) orang terdiri dari anggota Bakohumas Pemerintah, LSM Institute of Peace and Democracy yang berada pada naungan Kemlu dan ada di Denpasar dan beberapa staf Kemlu.
b. tema kegiatan pertemuan Bakohumas Kemlu ini adalah “Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di Luar Negeri”.
c. Kegiatan dilakukan pada hari Selasa, 6 April 2010 s/d Rabu, 7 April 2010 di Hotel Ramayana Jl. Bakung Sari Kuta Bali.
d. adapun acara dan materinya yang dapat dilaporkan sebagai berikut :
1) sambutan dari Ketua Pelaksana Bakohumas Pusat Drs. Soebagio, MS dengan materi
antara lain :
a) tema yang diusung dalam pertemuan Bakohumas Kemlu kali ini adalah kebijakan Perlindungan terhadap WNI dan BHI di Luar Negeri.
b) Pertemuan Bakohumas Pusat Kementerian Luar Negeri memang ada beberapa perbedaan jika dibanding dengan pertemuan Bakohumas lainnya, perbedaan tersebut adalah :
(1) Lucus atau letak kegiatan yang biasanya di luar Jakarta seperti misalnya di Bandung, Denpasar dan pernah dilakukan di Singapura.
(2) Materi yang disampaikan juga biasanya spesifik, seperti kali ini adalah masalah perlindungan WNI dan BHI di luar negeri serta bagaimana tata cara makan dalam kegiatan formal diplomat untuk kepentingan diplomasi.
2) sambutan dari Direktur Informasi dan Media Kemlu Bapak Sunaryono dengan materi yang disampaikan antara lain :
a) saat ini adalah era globalisasi yang salah satunya ditandai dengan perkembangan begitu pesat dibidang media dan informasi.
b) Untuk menjawab berbagai tantangan yang ada perlu adanya kerja sama antar kementerian dan lembaga yang ada khususnya dibidang kehumasan atau media dan informasi. Pada saat kali ini Kemlu memamfaatkan kerja sama ini untuk mensosialisasikan kebijakan Kemlu dibidang perlindungan WNI dan BHI yang ada di luar negeri.
c) Salah satu yang mendasar dalam kebijakan ini adalah perlindungan dan keberpihakan terhadap WNI dan BHI yang ada di luar negeri dan mendapat persoalan-persoalan seperti misalnya pada TKI, pelajar, wisatawan dan lain-lain.
d) Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di Dunia dan negara besar demokrasi di dunia merupakan potensi dan posisi yang baik untuk kepentingan diplomasi dunia. Karena itu Indonesia sebagai negara berpenduduk agama Islam terbesar dunia dan mampu mengetrapkan demokrasi telah menjadi acuan dan contoh baik bagi negara-negara lain khususnya Timur Tengah yang berpenduduk mayoritas Islam.
3) paparan yang disampaikan oleh Bapak Edy Wardoyo Kasubdit II Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kemlu dengan judul “Perlindungan WNI dan BHI di Luar Negeri”, materinya adalah :
a) dasar hukum dalam kebijakan ini adalah :
(1) Perlindungan warga sebagai amanat konstitusi “…melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia...” (Pembukaan UUD 1945 alinea IV).
(2) Konvensi Wina 1961 (Pasal 3) dan 1963 (pasal 5, 36, dan 37)
(3) Perlindungan WNI dan BHI merupakan misi penting dalam Diplomasi Indonesia (UU
No.37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri) :
Pasal 19 b : Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.
b) Akar masalah antara lain :
(1) Besarnya Jumlah Penduduk Indonesia tidak berbanding lurus dengan lapangan kerja yang ada, berdasarkan data BPS : Jumlah Penduduk : 206.264.595, Angkatan Kerja : 113.744.408, Pengangguran : 9.258.964
(2) Tingginya jumlah Penduduk Miskin, berdasarkan data BPS : Penduduk miskin di kota : 11.910.500 (10,72%), Penduduk miskin di desa : 20.619.400 (17.35%)
(3) Masih kurangnya program-program pembangunan yang menciptakan lapangan kerja, pemberdayaan SDM lokal, serta peningkatan ekonomi daerah.
(4) Proses rekrutmen yang buruk (pemalsuan dokumen dan indentitas perjalanan).
(5) Rekrutmen langsung oleh sponsor yang berpotensi memicu praktek perdagangan orang.
(6) Lemahnya kontrol di titik-titik perbatasan baik darat, laut dan udara.
(7) Pengeluaran dan/ atau legalisasi dokumen identitas yang tidak memperhatikan kebenaran data.
(8) Koordinasi kelembagaan yang rendah/lemah.
(9) Penegakan hukum yang lemah.
c) Upaya pemecahan masalah antara lain :
(1) Meningkatkan kordinasi dengan seluruh instansi terkait di dalam dan luar negeri
dalam upaya penanganan dan perlindungan terhadap WNI di luar negeri.
(2) Memberikan kebijakan, arahan, dan konsultasi kepada seluruh Perwakilan RI di luar
negeri dalam menangani kasus-kasus TKI di luar negeri.
(3) Pembukaan Citizen Service di 6 perwakilan pada tahun 2007.
(4) Perluasan Citizen Service di 9 Perwakilan pada tahun 2008.
(5) Perluasan Citizen Service di 9 Perwakilan pada tahun 2009.
(6) Standarisasi ISO 9001:2008 untuk Pelayanan Publik baik di pusat (Kemlu) mupun di Perwakilan RI.
d) Prinsip perlindungan adalah keberpihakan dan kepedulian dengan penekanan :
(1) Peduli terhadap WNI yang mengalami masalah dan membutuhkan bantuan.
(2) Keberpihakan Perwakilan dan staf.
(3) Tidak ada pilihan lain selain untuk melayani dan melindungi WNI.
e) Komitmen Kemlu terhadap perlindungan WNI dan BHI di luar negeri ini sebagai berikut : “....Yang tidak kalah pentingnya, politik luar negeri di tahun 2010 akan memperhatikan apa yang kita sebut sebagai “isu-isu intermestik”, yaitu isu yang mencerminkan semakin kaburnya perbedaan antara isu-isu internasional dan domestik. Salah satunya adalah mengenai perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia di luar negeri, khususnya Tenaga Kerja Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia akan berupaya memastikan adanya pengakuan yang lebih baik mengenai hubungan yang saling menguntungkan antara negara pengirim dan negara penerima tenaga kerja: bahwa setiap tenaga kerja Indonesia sebenarnya telah memberi kontribusi bagi negara di mana dia bekerja, di samping pada saat yang sama juga memperoleh nafkah. Kenyataan ini harus dapat terwujudkan dengan lebih baik melalui pengakuan akan hak dan tanggung jawab tenaga kerja kita di luar negeri. Kebijakan luar negeri di tahun 2010 akan berupaya memastikan bahwa kerangka hukum yang diperlukan bagi keperluan tersebut akan tersedia. Yang paling penting, kebijakan luar negeri Indonesia, dan bahkan setiap diplomat Indonesia, akan terus dipandu dengan prinsip keberpihakan dan perlindungan WNI Tanpa kecuali”.
f) Upaya perlindungan antara lain :
(1) Pendekatan hukum berupa : Mediasi dan Konsiliasi, Konsultasi Hukum, Pengacara, Amicus Curiae/ friends of courts.
(2) Pendekatan kemanusiaan berupa : Kunjungan Rutin untuk Konsultasi, memberian bantuan awal, Pendampingan Rohani, Penanganan Kesehatan, Repatriasi
(3) Pendekatan politik berupa : First Track Diplomacy, Kerjasama G-to-G dengan Negara Penerima, Kerjasama G-to-G dengan Negara Pengirim lain, Second Track Diplomacy, People to people contact, Kerjasama G-to-NGO, Kerjasama G-to-International Organization.
g) Pelayanan warga atau citizen service antara lain adalah :
(1) Sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (vide Lampiran Inpres Kebijakan huruf B. Perlindungan TKI : Program Penguatan Fungsi Perwakilan RI dalam Perlindungan TKI)
(2) Citizen Service, yang selanjutnya disebut Pelayanan Warga, adalah sistem pelayanan warga yang terintegrasi di Perwakilan RI yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan bagi semua Warga Negara Indonesia, termasuk Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri.
(3) Sebagai sistem terintegrasi yang melibatkan semua unsur di Perwakilan RI, yang tidak terpisahkan dari fungsi konsuler Perwakilan dan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Perwakilan
h) Tugas citizen service adalah meningkatkan kualitas pelayanan dan memperkuat perlindungan kepada WNI baik dalam bentuk jasa ataupun perijinan melalui transparansi dan standardisasi pelayanan yang meliputi persyaratan-persyaratan, target waktu penyelesaian, dan tarif biaya yang harus dibayar untuk mendapatkan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan dan menghapuskan pungutan-pungutan liar dan sebagai koordinator dan penanggung jawab dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan perlindungan WNI di Perwakilan.
i) Fungsi citizen service sesuai dengan Peraturan Kemenlu No. 4 tahun 2008 pasal 4 adalah :
(1) Registrasi/ Lapor Diri WNI;
(2) Memberikan bantuan dan perlindungan kekonsuleran;
(3) Memberikan pelayanan dan perlindungan warga bagi WNI yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia;
(4) Memberikan pelayanan dan perlindungan warga bagi WNI yang menjadi awak kapal dan nelayan;
(5) Menyediakan penampungan dan pemberian konseling;
(6) Menyusun dan meng-update data base WNI.
(7) Tertib Administrasi
j) Corparate cultur pelayanan atau citizen service adalah :
(1) Cepat.
(a) Pelayanan kepada WNI yang bersifat administratif dan tidak memerlukan rujukan dokumen kepada instansi terkait di Perwakilan RI diselesaikan dalam waktu yang singkat dan paling lambat selesai dalam waktu 3 (tiga) jam.
(b) Pelayanan yang bersifat non-administratif kepada WNI di Perwakilan RI diproses sesuai dengan materi permasalahan dan diberitahukan kepada WNI dimaksud mengenai tahapan, prosedur dan waktu pelayanan yang akan diberikan
(2) Ramah. Optimalisasi kesan yang hangat, dan siap membantu setiap permasalahan yang dimohonkan.
(3) Murah. Besaran biaya ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk biaya kanselerai dokumen dimaksud melalui surat keputusan Kepala Perwakilan RI setempat. Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2007 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah RI No. 75 Tahun 2005 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP. DIJAMIN TIDAK ADA PUNGUTAN LIAR.
(4) Transparan. Petunjuk tahapan, biaya, prosedur dan waktu pelayanan secara jelas dan mudah dilihat oleh WNI.
k) Kasus-kasus WNI dan TKI di luar negeri antara lain adalah :
(1) Gaji Tidak Dibayar
(2) Pelecehan Seksual
(3) Gaji Dibayar Rendah
(4) Penganiayaan berat dan ringan
(5) Kasus pembunuhan
(6) Kecelakaan kerja
(7) Kasus Trafficking (perpindahan TKI ke negara ketiga)
8) Keabsahan dokumentasi
(9) Pihak majikan tidak menyediakan kamar tidur, tidak diberi makan 3 kali sehari dan kerja selama 24 jam.
(10) Pelanggaran aturan keimigrasian (overstayer)
(11) Tingginya Cost Structure penempatan TKI
l) Langkah-langkah perbaikan pelayanan WNI di luar negeri antara lain adalah :
(1) Moratorium penempatan TKI ke Malaysia dan Kuwait (jika dirasa penting/mendesak) moratorium penempatan TKI informal diganti dengan TKI formal
(2) Mengusulkan pembahasan MOU dengan pemerintah Negara Penerima yang mengatur masalah perlindungan WNI
(3) Mendesak pemerintah negara-negara tujuan penempatan TKI untuk membahas dan menanda tangani MOU penempatan dan perlindungan TKI atau MCN, khususnya Malaysia, Arab Saudi, Australia, Brunei Darussalam dan Yaman
(4) Membuat guidance buat PerwakilanRI
(5) Sosialisasi/diseminasi informasi mengenai isu-isu perlindungan TKI di luar negeri melalui media elektronik, cetak, dan workshop untuk para pemangku kepentingan di daerah-daerah yang menjadi kantong TKI
(6) Peningkatan kapasitas pejabat-pejabat pelayanan warga bekerjasama dengan Pusdiklat
(7) Perlu diupayakan penyempurnaan UU TKI a.l.Amandemen Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri
(8) Penguatan kordinasi lintas sektor untuk penanganan isu-isu khusus, antara lain Perdagangan orang, kekerasan terhadap perempuan dan anak, dsb.
(9) Penguatan Anggaran Perlindungan untuk mendukung program-program pelayanan dan perlindungan WNI/ TKI oleh seluruh Perwakilan RI di luar negeri (penyewaan pengacara profesional, penyediaan fasilitas penampungan, penyelenggaraan program capacity buildilng bagi TKI di shelter, dsb). Target untuk 2010 – 2014 sebanyak 14.998 kasus TKI dapat terselesaikan.
4) Paparan disampaikan oleh Bapak Sam E. Marentek Kasubdit Fasilitas Media Direktorat Informasi dan Media Kemlu dengan judul “Prosedur Kunjungan Jurnalistik ke Indonesia” dengan isinya antara lain :
a) Keindahan dan keberagaman lansekap alam mulai dari pegunungan, pantai, hutan tropis, taman laut serta keanekaragaman flora dan fauna menjadi daya tarik pembuatan film dokumenter maupun non-dokumenter.
b) Keragaman budaya dan etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, menarik untuk diliput/ dibuat film documenter.
c) Demokratisasi dan kebebasan pers serta kondisi politik dalam negeri yang dinamis menjadi daya tarik bagi jurnalis asing untuk meliput perkembangan dalam negeri Indonesia.
d) Isu-isu seksi : terorisme, human trafficking, illegal immigrant, TKI/TKW, trans-national crime, masalah perbatasan, dan lain-lain.
e) Kategori kunjungan jurnalistik adalah :
(1) Peliputan Berita (media cetak & elektronik, termasuk wawancara eksklusif).
(2) Pembuatan Film (Dokumenter & Non-Dokumenter).
(3) Penempatan Koresponden Asing.
f) Beberapa peraturan yang terkait dengan kunjungan jurnalistik adalah :
(1) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.42/PER/M.KOMINFO/ 10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesia.
(2) Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. KM.62/PW.204/MKP/2004 tentang Prosedur Pembuatan Film Oleh Pihak Asing di Indonesia.
(3) Peraturan Menteri Luar Negeri No.09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah.
g) Beberapa ketentuan kunjungan jurnbalistik antara lain :
(1) Setiap wartawan asing/ media massa asing yang melakukan kegiatan jurnalistik (peliputan, pengambilan foto & shooting film) di Indonesia harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah RI dan menggunakan visa kunjungan jurnalistik Indeks ‘B 211’.
(2) Wartawan asing tidak dapat melakukan kegiatan jurnalistik dengan menggunakan visa on arrival.
(3) Penempatan Koresponden Asing di Indonesia harus mendapatkan persetujuan rapat clearing house.
(4) Koresponden Asing harus berdomisili di Jakarta (berdasarkan peraturan Menlu No.09/A/KP/XII/2006/01, hurif G no. 53b).
(5) Kegiatan Shooting Film harus mendapatkan izin dari Menbudpar.
h) Pengaturan khusus mengatur soal kunjungan jurnalistik ini adalah :
(1) Kunjungan Jurnalistik ke Papua dan Poso : permohonan harus di bahas di rapat CH baik untuk wartawan/ media asing maupun koresponden asing di Jakarta, setelah disetujui wartawan/media/koresponden asing harus mendapatkan surat jalan dari POLRI.
(2) Peliputan/ Shooting Film ke kawasan konservasi harus mendapatkan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) Ditjen PHKA, Kementerian Luar Negeri.
(3) Peliputan kegiatan tim riset asing : kegiatan penelitian yang akan diliput harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Kementerian Riset dan Teknologi.
i) Proses pengajuan visa kunjungan jurnalistik adalah :
(1) Mengisi formulir aplikasi kunjur di Perwakilan RI, lampiran : data perusahaan, daftar kru & jabatannya, copy paspor, sinopsis, jadwal & lokasi shooting, daftar peralatan, daftar narasumber (bila akan lakukan wawancara).
(2) Menandatangani surat pernyataan setuju dan bersedia mentaati peraturan yang berlaku di Indonesia dan akan menyerahkan salinan hasil pembuatan film kepada Dit. Perfilman Kembudpar (bagi tim film).
(3) Permohonan akan disampaikan Perwakilan RI ke Kemlu untuk dibahas dalam rapat clearing house yang diselenggarakan setiap hari Kamis.
(4) Anggota forum clearing house terdiri atas wakil-wakil dari : Kementerian Koordinator Polhukam, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Sekretariat Negara, BAIS TNI, BIN, Kejaksaan Agung, Ditjen Imigrasi, Mabes POLRI.
(5) Dit. Infomed Kemlu akan menyampaikan keputusan rapat kepada Perwakilan
(6) Apabila permohonan ditunda, akan dimintakan keterangan tambahan dari Perwakilan RI/ media yang bersangkutan atau surat rekomendasi/ izin dari instansi terkait di Indonesia.
j) Penempatan koresponden asing di Indonesia :
(1) Media asing menyampaikan surat permohonan penempatan koresponden tetap di Indonesia dengan melampirkan surat penugasan dan dokumen lainnya.
(2) Permohonan tersebut dibahas dalam rapat CH untuk mendapatkan persetujuan.
(3) Setelah diisetujui rapat CH, Kemlu akan kirimkan kawat pesetujuan ke Perwakilan RI.
(4) Setibanya di Indonesia, koresponden baru tsb harus mengurus surat rekomendasi permohonan Izin tinggal, Izin Kerja dan Surat Keterangan Lapor Diri (SKLD) ke Dit. Infomed – Kemlu.
(5) Koresponden Asing harus berdomisili di Jakarta.
k) Kewajian wartawan asing di Indonesia adalah :
(1) Melapor dan Mengurus Kartu Pers Sementara/ Kartu Pers Tetap bagi Koresponden Asing, ke Dit. Informed, Kemlu.
(2) Mengurus izin pembuatan film/ shooting permit dari Direktorat Perfilman, Kembudpar (bagi tim film).
(3) Mengurus Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dari Ditjen PHKA, Kemhut (bagi kegiatan jurnalistik di dalam kawasan konservasi).
(4) Mematuhi peraturan/ hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk peraturan di daerah.
(5) Menyerahkan hasil liputan/pengambilan gambar di Indonesia (bagi tim film) kepada Kembudpar melalui PerwakilanRI.
l) Apabila menemukan permasalahan dengan wartawan/ media massa asing harap menghubungi : Dit. Informasi dan Media, Kementerian Luar Negeri Jl. Taman Pejambon No. 6 Jakarta Pusat, Gedung Utama Lt.10, Tlp.021-3813453 Fax.021-3857316. Email : infomed@deplu.go.id – fasmed.deplu@gmail.com. CP: Sam Marentek (Kasubdit Fasilitas Media) HP. 081388489913.
5) materi yang disampaikan oleh Duta Besar M. Hannief Djohan dengan judul “Jamuan Makan Diplomatik dan Table Manners” isi antara lain :
a) Bagi seorang diplomat, salah satu sarana untuk mencapai sasaran dalam misi Diplomatik Perwakilan Negara yang diwakilinya adalah dengan menyelenggarakan atau menghandiri suatu ” function ”, dalam hal ini jamuan makan diplomatik, yang sekaligus merupakan dan dapat dijadikan suatu arena untuk melaksanakan diplomasi.
b) Jamuan makan diplomatik tersebut memerlukan penanganan yang cermat karena harus dilaksanakan dengan ketentuan dan tata cara yang dapat diterima secara Internasional dan Universal, mengingat tamu yang diundang berasal dari berbagai negara dengan latar belakang budaya yang berbeda baik dari kalangan diplomatik, instansi pemerintah atau lembaga/ organisasi kemasyarakatan setempat maupun relasi lainnya.
c) Jamuan makan diplomatik juga diselengggarakan dengan tujuan antara lain untuk meningkatkan wawasan dalam pergaulan internasional dan memupuk serta menjalin hubungan baik dan bersahabat dengan mitra kerja.
d) Sebagai sarana diplomasi jamuan diplomatik dapat dimanfaatkan untuk :
e) Negosiasi, Lobby dan mengetahui sikap/ .posisi atau kebijakan pemerintah negara lain terhadap suatu permasalahan untuk kepentingan negaranya.
f) Memperoleh informasi aktual mengenai permasalahan yang sedang berkembang.
g) Menyampaikan keinginan dalam urusan yang memerlukan pendapat dan saran dari berbagai pihak.
h) Menampilkan atau mempromosikan citra rasa dan kebudayaan bangsa.
i) Jenis jamuan diplomatik adalah :
(1) Dinner. Dinner adalah acara santap malam yang biasanya bersifat formal yang biasanya diselenggarakan di rumah, di hotel atau restaurant berupa seatting dinner dengan penyajian atau buffet untuk acara yang tidak terlalu resmi. Dalam acara dinner semacam ini biaasanya ada Guest of Honour ( tamu yang dihormati ) yang dalam preseance pengaturan kursi ditempatkan di sebelah kanan tuan rumah. Sebelum acara dinner dimulai, biasanya didahului dengan cocktail, sambil menunggu tamu - tamu lainnya datang. Pidato singkat, toast dan pertunjukkan dapat di acarakan pada saat jamuan sesuai dengan keinginan tuan rumah (host).
(2) Buffet. Buffet merupakan cara menyajikan santap dalam jamuan, dalam bentuk prasmanan, dimana para tamu mengambil makanannya sendiri pada meja yang disediakan khusus untuk hidangan. Para tamu duduk pada tempat yang telah ditentukan atau bisa bebas, tergantung dari pihak penyelanggara. Jamuan gaya buffet bisa dilakukan untuk santap pagi, siang, malam ataupun supper yang bersifat tidak terlalu resmi.
(3) Banquet. Banquet adalah jamuan santap malam berupa sitting dinner yang bersifat formal dan mewah, dan biasanya diadakan untuk suatu acara istimewa, misalnya menyambut tamu penting, malam dana atau lainnya. Jamuan santap malam yang diselenggarakan oleh Kepala Negara untuk menghormati tamu negara tersebut dengan State Baquet.
(4) Luncheon. Jamuan siang sering disebut Luncheon yang dapat bersifat resmi atau tidak resmi tetapi tidak selengkap dinner.
(5) Table Manners. Hubungan antara Jamuan Makan Diplomatik dan Table Manners adalah sangat erat sekali seperti satu mata uang yang mempunyai dua muka akan tetapi tidak dapat dipisahkan. Dalam pergaulan internasional dikenal Table Manners yang dimaksudkan sebagai etiket dimeja makan. Table Manners mempunyai peranan yang menentukan bagi terselenggarakannya jamuan makan diplomatik dengan lebih terhormat.
(6) Arti penting table manners. Perilaku yang sopan dan santun tidak saja mencerminkan citra positif bagi diri pribadi, melainkan juga bagi bangsa dan negara, selain sebagai ungkapan rasa hormat kepada tuan / nyoya rumah dan sesama tamu lainnya, eiket juga merupakan sikap dalam menghargai jamuan itu sendiri, yang pada gilirannya akan membantu memperlancar interaksi dan saling komunikasi.
j) Etiket sebaiknya tidak hanya diperhatikan pada waktu berada di meja makan saja, melainkan sudah mulai diperlihatkan sejak awal tiba ditempat jamuan sampai dengan waktu berpamitan. Bahkan segala sesuatu yang dilakukan sejak dari rumah, baik dalam menjawab undangan maupun dalam mempersiapkan diri untuk menghadiri suatu jamuan, seperti menentukan pilihan busana yang dipakai atau jenis cinderamata yang perlu dibawa, akan berperan bagi terciptannya suasana jamuan yang baik.
k) Etiket berbusana. Busana yang dipakai dalam sebuah jamuan makan sebaiknya mengikuti dengan busana yang ditentukan oleh pihak yang mengundang. Busana yang ditentukan/ dress code lazim dicantumkan pada bagian kanan bawah kartu undangan.
l) Bagi pria, lounge suit atau bussines suit (pakaian sipil lengkap) merupakan busana yang lazim dipakai baik pada jamuan makan resmi maupun tidak resmi. Di beberapa negara tertentu, Black tie lazim dipakai untuk jamuan makan malam resmi. Sedangkan untuk jamuan makan tidak resmi, selain lounge suit, juga dapat dipakai busana informal seperti two-tone suit (Blazer dan celana dengan warna yang berbeda) atau hem batik lengan panjang.
m) Bagi wanita, untuk jamuan makan resmi lazim dipakai busana long dress atau evening dress dan bagi wanita Indonesia, yang terbaik adalah busana nasional. Untuk jamuan makan tidak resmi dapat dipakai busana bebas rapi dalam arti busana yang pantas sesuai dengan maksud dan jenis jamuan, misalnya gaun dari kain batik atau busana muslim.
n) Untuk jamuan makan malan, bagi pria maupun wanita, sebaiknya memakai busana yang berwarna dasar gelap.
o) Etiket di meja makan antara lain :
(1) Segera setelah berada dimeja makan, sebaiknya duduk dengan tegak dan tenang, serta tidak memegang-megang peralatan makan sebelum dipersilahkan untuk memulai. Hendaknya tidak meletakkan kedua siku tangan diatas meja.
(2) Pada waktu makan dimulai, terlebih dahulu mengambil dan meletakkan serbet di pangkuan. Meskipun pelayan sudah menyajikan makanan dan meletakkannya di atas meja, sebaiknya menunggu dipersilahkan atau setelah semua tamu mendapatkan porsinya
(3) Pada jamuan makan internasional, baik menu yang disajikan maupun tata piranti/ table settings yang dipersiapkan lazimnya mengikuti tata cara a la Eropa. Dengan demikian perlu diperlihatkan cara memegang piranti dan cara makan yang benar serta mengambil piranti yang tepat untuk makanan yang disajikannya. Pertama-tama yang diambil adalah yang terluar dari piranti yang ditata di sisi kanan dan sisi kiri, kemudian piranti berikutnya sesuai dengan tahapan menu yang disajikan.
(4) Santaplah makanan yang disajikan sedikit demi sedikti, tidak tergesa-gesa dan tidak memperlihatkan cara makan yang lahap. Hendaknya tidak berdecak pada waktu mengunyah dan tidak bersendawa/selama berada di meja makan. Pada waktu menyendok makanan dari piring, usahakan agar tidak menimbulkan bunyi.
(5) Sudah barang tentu tuan/ nyonya rumah mengharapkan para tamu dapat menghabiskan makanan yang disajikannya. Namun, sekiranya makanan yang disajikan kebetulan tidak sesuai dengan selera, maka makanan tersebut tidak perlu dipaksakan untuk dihabiskan, bahkan tidak perlu disantap sama sekali apabila merasa yakin bahwa makanan yang disajikan merupakan pantangan berat, baik karena alasan kesehatan maupun alasan keyakinan agama. Menghadapi situasi seperti ini, sebaiknya langsung memberitahukan kepada pelayan dan apabila memungkinkan, meminta makanan pengganti. Pada kesempatan yang baik, hal ini sebaiknya disampaikan dengan meminta maaf kepada tuan/ nyonya rumah.
(6) Minuman yang lazim dihidangkan, selain air putih disajikan pula minuman anggur berupa anggur merah dan anggur putih. Ada kalanya disajikan pula anggur rose (khusus bagi wanita). Apabila pantang terhadap minuman yang beralkohol, gelas yang seharusnya untuk diisi anggur biarkan tetap kosong atau bisa meminta kepada pelayan jenis minuman tanpa alkohol, seperti jus buah sebagai pengganti. Hendaknya tidak berkumur pada waktu minum. Merokok sebaiknya tidak dilakukan, kecuali tuan rumah mempersilahkannya atau menawarkannya.
(7) Apabila akan meninggalkan meja makan untuk keperluan yang mendesak, misalnya harus ke toilet atau berbicara dengan telepon genggam di ruang lain, sebelum beranjak sebaiknya permisi/ excuse terlebih dahulu kepada tamu-tamu yang duduk disebelah kanan dan kiri serta meletakkan serbet diatas meja.
p) Etiket percakapan di meja makan :
(1) Percakapan tentang berbagai hal dapat dilakukan. Topik pembicaraan pada waktu makan hendaknya mengenai hal-hal yang ringan. Pembicaraan sebaiknya dilakukan dengan nada suara yang wajar tidak keras atau bernada tinggi dan dilakukan dengan menatap muka/ eye contact pihak yang diajak berbicara sebaiknya tidak berbicara selagi mulut masih penuh dengan makanan.
(2) Hendaknya tidak berbicara seraya mengacung-acungkan tangan kesana kemari dengan memegang pisau atau garpu. Demikian pula suara tertawa yang lepas atau terbahak-bahak sebaiknya dihindari, dengan kata lain, hendaknya berbicara dengan body language yang wajar dan tidak berlebihan.
(3) Seyogyanya tidak memonopoli pembicaraan dengan memberi kesempatan kepada tamu yang lain untuk berbicara. Sedangkan pihak yang diajak berbicara sebaiknya bergantian dengan tamu-tamu yang lain demikian pula hendaknya tidak menyela atau memotong tamu yang sedang berbicara dan sebaiknya menunggu sampai tamu yang bersangkutan selesai berbicara. Pada jamuan makan yang mempergunakan lebih dari satu meja, sebaiknya pembicaraan hanya terbatas dilakukan dengan tamu-tamu yang berada di meja yang sama dan tidak kepada tamu-tamu yang duduk di meja lain.
q) Kata sambutan. Untuk memberikan kata sambutan, tuan/ nyonya rumah akan memberikan tanda dan disampaikan dalam posisi berdiri. Kata sambutan lazim disampaikan pada awal sebelum makan dimulai atau setelah hidangan dessert sebelum kopi menjelang akhir jamuan. Pada waktu tuan/ nyonya rumah menyampaikan sambutan, sebaiknya mengikuti apa yang diucapkannya dengan penuh perhatian. Bila kebetulan sedang makan atau berbicara, sebaiknya segera dihentikan. Tepuk tangan lembut perlu diberikan segera setelah sambutan selesai diucapkan.
r) Cindera mata. Cinderamata khusus dari tuan/ nyonya rumah kepada tamu kehormatan atau pertukaran cinderamata antara tuan/ nyonya rumah dengan tamu kehormatan merupakan acara yang lazim diadakan dalam suatu jamuan makan sebagai tanda persahabatan. Acara ini dapat dilakukan di meja makan setelah toast atau di ruang tamu pada waktu minum kopi.
s) Etiket berpamitan :
(1) Pada waktu berpamitan, sebaiknya tidak hanya dilakukan kepada tuan/ nyonya rumah saja, melainkan juga kepada tamu-tamu lainnya. Hendaknya diucapkan kata-kata sanjung/ compliments kepada tuan/ nyonya rumah bahwa jamuan yang diadakan sungguh menyenangkan. Ucapan terima kasih atas undangannya juga dapat disampaikan lagi keesokan harinya yang lazim dilakukan oleh para isteri kepada nyonya rumah dengan melalui telpon atau mengirimkan kartu.
(2) Hendaknya tidak berpamitan sebelum tamu kehormatan atau tamu yang lebih tinggi kedudukannya meninggalkan tempat jamuan. Namun bila terpaksa, seyogyanya memberikan alasan yang baik dan meminta maaf kepada tuan/ nyonya rumah maupun tamu kehormatan untuk mendahului tempat jamuan.
6) Paparan yang disampaikan oleh I Ketut Putra Erawan, Ph. D. dengan judul “Deepening Human Right and Promotion in Asia”, materinya antara lain :
a) Permasalahan dalam membangun demokrasi dan promosinya di Asia antara lain :
(1) Problem of Hollow Citizenship. Voters transacting their votes for short term benefits.
Lack of women roles in politics.
(2) Problem of Delegative Democracy. Political Parties and Politicians were detached from their voters post-elections. Lack of mechanism for asking accountability.
(3) Problem of Political Parties and Coalitions Fluidity. Multi-party and election systems caused ramification. Elite and Oligarchy Interests.
(4) Problem of Reform Coherence. Formal and Informal Mechanisms (State vs Movement). Procedural and Substantive Content (Process vs Norms).
b) Spektrum hak azasi manusia :
(1) Civil and Political Rights - freedom to life, expression, assembly, etc (First Phase).
(2) Social and Economic Rights – freedom from hunger, right to job, etc [Rights based approach to development] (Second Phase).
(3) Cultural rights – freedom to access, participate, development of culture [Third Phase].
(4) Rights of Indegeneous people -- “Cosmovisions manifest the ecologies and ethics of sustainability. But listening is not enough: we must uphold their basic rights to land, territory, knowledge and traditional resources...made us aware of the web of life and we now have the responsibility of that knowledge as a mandate to curb the devastation of biological and diversity.” (Posey, 1998) (Four Phase).
c) Bali Democration Forum kegiatannya antara lain :
(1) Democracy Promotion emphasizes democratic processes.
(2) Democracy Promotion covers activities of developing and solidifying democratic norms, institutions, and practices.
(3) Democracy Promotion covers multi-arena (nation building, state building, development, etc).
(4) Democracy Promotion should be based on home-ground approach of democratic transitions (Modes of Interactions based on socialization and examples : Program should be focused on activities of lesson learning, sharing experiences, and joint initiatives).
d) Institute Democracy for Peace (IDP) kegiatannya antara lain :
(1) Bridging the Summit of Policy Makers (Bali Democracy Forum) with Societal Dynamics (back to back programs of BDF and others).
(2) Implementing the summary, insights, or agreement of the BDF into program for democracy promotion in Asia.
(3) Preparing and Providing Input to the Policy Makers and Partners.
(4) Providing support for lesson learning, sharing experiences, and joint inisiative in promoting democracy in Asia.
7) Dalam setiap pemberian materi juga dilakukan diskusi dan tanya jawab dari peserta dengan setiap penyaji.
Dari pemberian materi pertemuan Bakohumas Kementerian Luar Negeri ini menurut pelapor ada beberapa hal yang penting bagi anggota Polri :
a. Anggota Polri khususnya para SLO Polri maupun LO Polri dibeberapa negara, anggota NCB Interpol, anggota Intelkam Polri khususnya yang menangani orang asing perlu mengetahui kebijakan Kementerian Luar Negeri dalam memberikan perlindungan terhadap WNI dan BHI yang ada di luar negeri.
b. Demikian juga baik anggota Baintelkam Polri dan Intelkam kewilayanan serta Humas Polri dan jajaran perlu mengetahui tata cara kunjungan jurnalistik wartawan asing di Indonesia.
c. Untuk itu disarankan beberapa materi Bakohumas Kemlu ini dijadikan materi
PERGESERAN paradigma pengabdian Polri yang sebelumnya cenderung digunakan sebagai alat Penguasa kearah mengabdi bagi kepentingan masyarakat telah membawa berbagai implikasi perubahan yang mendasar. Salah satu perubahan itu adalah perumusan kembali perannya sesuai Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 yang menetapkan Polri berperan selaku pemelihara Kamtibmas, penegak hukum, serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Arah kebijakan strategi Polri yang mendahulukan tampilan selaku pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat dimaksud bahwa, dalam setiap kiprah pengabdian anggota Polri baik sebagai pemelihara Kamtibmas maupun sebagai penegak hukum haruslah dijiwai oleh tampilan perilakunya sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, sejalan dengan paradigma barunya yang mengabdi bagi kepentingan masyarakat.
Visi dan Misi
VISI POLRI : Polri yang mampu menjadi pelindung Pengayom dan Pelayan Masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, serta sebagai penegak hukum yang profesional dan proposional yang selalu menjunjung tinggi supermasi hukum dan hak azasi manusia, Pemelihara keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera.
MISI POLRI : Berdasarkan uraian Visi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya uraian tentang jabaran Misi Polri kedepan adalah sebagai berikut : • Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (meliputi aspek security, surety, safety dan peace) sehingga masyarakat bebas dari gangguan fisik maupun psykis. • Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya preemtif dan preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan hukum masyarakat (Law abiding Citizenship). • Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan. • Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap memperhatikan norma - norma dan nilai - nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Mengelola sumber daya manusia Polri secara profesional dalam mencapai tujuan Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat mendorong meningkatnya gairah kerja guna mencapai kesejahteraan masyarakat • Meningkatkan upaya konsolidasi kedalam (internal Polri) sebagai upaya menyamakan Visi dan Misi Polri kedepan. • Memelihara soliditas institusi Polri dari berbagai pengaruh external yang sangat merugikan organisasi. • Melanjutkan operasi pemulihan keamanan di beberapa wilayah konflik guna menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat yang berbhineka tunggal ika. Sasaran : Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi Polri pada kurun waktu tahun 2000 - 2004 yang akan datang ditetapkan sasaran yang hendak dicapai adalah : Bidang Kamtibmas • Tercapainya situasi Kamtibmas yang kondosif bagi penyelenggaraan pembangunan nasional. • Terciptanya suatu proses penegakan hukum yang konsisten dan berkeadilan, bebas KKN dan menjunjung tinggi hak azasi manusia. • Terwujudnya aparat penegak hukum yang memiliki integritas dan kemampuan profesional yang tinggi serta mampu bertindak tegas adil dan berwibawa. • Kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat yang meningkat yang terwujud dalam bentuk partisipasi aktif dan dinamis masyarakat terhadap upaya Binkamtibmas yang semakin tinggi. • Kinerja Polri yang lebih profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi sehingga disegani dan mendapat dukungan kuat dari masyarakat untuk mewujudkan lingkungan kehidupan yang lebih aman dan tertib. Bidang Keamanan Dalam Negeri • Tercapainya kerukunan antar umat beragama dalam kerangka interaksi sosial yang intensif serta tumbuhnya kesadaran berbangsa guna menjamin keutuhan bangsa yang ber Bhineka Tunggal Ika. • Tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Filosofi: Disimak dari kandungan nilai Pancasila dan Tribrata secara filosofi memuat nilai-nilai kepolisian sebagai abdi utama, sebagai warga negara teladan dan wajib menjaga ketertiban pribadi rakyat.
KAB.TASIK,Berita.Com Sebagian besar warga Sukahening merasa kehilangan Aiptu H.Edi Suprayitno yang kini menjabat Kapolsek Sukaresik Kab.Tasikmalaya. Betapa tidak! Sebab, selama enam tahun menjabat Kapospol Sukahening, dia memang sangat dekat dengan masyarakat dari berbagai kalangan. “Karena saya lahir dari masyarakat, tentunya saya harus dekat dan bersama masyarakat. Hal ini tak lepas dari tuntutan tugas dan fungsi kepolisian sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat,”’ungkap Aiptu H.Eddy Suprayitno diplomatis. Karena kedekatannya dengan masyarakat, maka tak mengherankan bila mendapat dukungan penuh saat membangun kantor Pospol Sukahening yang refresentatif, mulai dari penyediaan lahan hingga proses pembangunannya. Pada pekan kemarin, dia menyerahkan jabatan Kapospol Sukahening kepada Aiptu Ahmad Supardan, karena Aiptu H.Edddy Suprayitno harus menjabat Kapolsek Sukaresik. Walaupun kini menjabat sebagai Kapolsek Sukaresik, menurut rekan-rekan wartawan, sikap Aiptu H.Eddy Suprayitno akan tetap merakyat. Bahkan warga Kec.Sukaresik berharap, kehadiran Sang Kapolsek baru itu akan memberikan nuansa baru, terutama dalam hal keamanan dan ketertibahan di wilayahnya sesuai mottonya yang mulia sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat. Kapolsek mengaku, selain akan melaksanakan tugasnya sebagai aparat Polri seoptimal mungkin, juga akan melakukan pendekatan kepada masyarakat. Karena sampai saat ini, Mapolsek Sukaresik masih ‘numpang’ ngontrak di sebuah bangunan yang sempit milik warga. “Insyaallah, saya akan melakukan pendekatan kepada masyarakat di Kec.Sukaresik untuk bersama-sama membangun kantor atau Mapolsek Sukaresik, terutama dalam pengadaan lahannya,”tutur Aiptu H.Eddy Suprayitno .( REDI MULYADI)***
LAHIR, tumbuh dan berkembangnya Polri tidak lepas dari sejarah perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia sejak Proklamasi. Kemerdekaan Indonesia, Polri telah dihadapkan pada tugas-tugas yang unik dan kompleks. Selain menata keamanan dan ketertiban masyarakat di masa perang, Polri juga terlibat langsung dalam pertempuran melawan penjajah dan berbagai opersai militer bersama-sama satuan angkatan bersenjata yang lain. Kondisi seperti ini dilakukan oleh Polri karena Polri lahir sebagai satu-satunya satuan bersenjata yang relatif lebih lengkap.
Hanya empat hari setelah kemerdekaan, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, secara tegas pasukan polisi segera memproklamirkan diri sebagai Pasukan Polisi Republik Indonesia dipimpin oleh Inspektur Kelas I (Letnan Satu) Polisi Mochammad Jassin di Surabaya, langkah awal yang dilakukan selain mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang, juga membangkitkan semangat moral dan patriotik seluruh rakyat maupun satuan-satuan bersenjata yang sedang dilanda depresi dan kekalahan perang yang panjang.
Tanggal 29 September 1945 tentara Sekutu yang didalamnya juga terdapat ribuan tentara Belanda menyerbu Indonesia dengan dalih ingin melucuti tentara Jepang. Pada kenyataannya pasukan sekutu tersebut justru ingin membantu Belanda menjajah kembali Indonesia. Oleh karena itu perang antara sekutu dengan pasukan Indonesiapun terjadi dimana-mana. Klimaksnya terjadi pada tanggal 10 Nopember 1945, yang dikenal sebagai "Pertempuran Surabaya". Tanggal itu kemudian dijadikan sebagai hari Pahlawan secara Nasional yang setiap tahun diperingati oleh bangsa Indonesia
Pertempuran 10 Nopember 1945.di Surabaya menjadi sangat penting dalam sejarah Indonesia, bukan hanya karena ribuan rakyat Indonesia gugur, tetapi lebih dari itu karena semangat heroiknya mampu menggetarkan dunia dan PBB akan eksistensi bangsa dan negara Indonesia di mata dunia. Andil pasukan Polisi dalam mengobarkan semangat perlawanan rakyat ketika itupun sangat besar.alam menciptakan keamanan dan ketertiban didalam negeri, Polri juga sudan banyak disibukkan oleh berbagai operasi militer, penumpasan pemberontakan dari DI & TII, PRRI, PKI RMS RAM dan G 30 S/PKI serta berbagai penumpasan GPK.
Dalam perkembangan paling akhir dalam kepolisian yang semakin modern dan global, Polri bukan hanya mengurusi keamanan dan ketertiban di dalam negeri, akan tetapi juga terlibat dalam masalah-masalah keamanan dan ketertiban regional maupun internasional, sebagaimana yang di tempuh oleh kebijakan PBB yang telah meminta pasukan-pasukan polisi, termasuk Indonesia, untuk ikut aktif dalam berbagai operasi kepolisian, misalnya di Namibia (Afrika Selatan) dan di Kamboja (Asia).
TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMELIHARAAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Tahun 2010
Oleh :Kombes Zulkarnaen
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2010
TENTANG
PENGELOLAAN DANA PEMELIHARAAN KESEHATAN
DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesehatan Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan keluarganya, diselenggarakan melalui pembiayaan yang antara lain bersumber dari Dana Pemeliharaan Kesehatan;
b. bahwa dalam menyelenggarakan Dana Pemeliharaan Kesehatan, diperlukan suatu prosedur pengelolaan yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel guna memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia dan keluarganya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Pengelolaan Dana Pemeliharaan Kesehatan di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);
2. Keputusan Presiden Nomor 70 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMELIHARAAN KESEHATAN DI LINGKUNGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan pada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
2. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Kapolri adalah pimpinan Polri dan penanggung jawab penyelenggara fungsi kepolisian.
3. Pegawai Negeri pada Polri adalah anggota Polri dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri.
4. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
5. Dana Pemeliharaan Kesehatan yang selanjutnya disingkat DPK adalah dana hasil dari potongan gaji anggota Polri dan PNS Polri sebesar 2% dari gaji bruto yang diterima langsung oleh Polri dari Departemen Keuangan.
6. DPK Perhitungan Rampung adalah perhitungan kekurangan pembayaran pengembalian penerimaan DPK dari Departemen Keuangan kepada Polri.
7. Rumah Sakit Bhayangkara yang selanjutnya disingkat Rumkit Bhayangkara adalah Rumkit di lingkungan Polri yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi pegawai negeri pada Polri, keluarganya dan masyarakat umum serta pelayanan kedokteran kepolisian.
8. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia.
9. Bahan baku obat adalah bahan-bahan kimia yang secara sendiri maupun campuran yang mempunyai pengaruh terhadap jaringan tubuh manusia, mikro organisme maupun organisme-organisme lainnya.
10. Alat kesehatan yang selanjutnya disingkat Alkes adalah instrumen aparatus, mesin, implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit serta memulihkan kesehatan pada manusia dan atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
11. Bahan habis pakai adalah instrumen, reagen, alat yang tidak mengandung obat dan yang mengandung obat untuk pemakaian menyembuhkan, meringankan penyakit, merawat sakit, memulihkan kesehatan membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh dan penggunaannya hanya satu kali pakai.
12. Regulasi Apotik adalah penggantian biaya pembelian obat-obatan yang karena keadaan tertentu tidak tersedia di Faskes Polri dengan persetujuan dari Pusdokkes dan jajarannya.
13. Restitusi adalah penggantian pembiayaan bagi pegawai negeri pada Polri beserta keluarganya yang memanfaatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan non Polri dan berhak mendapat jaminan pelayanan kesehatan yang sumber dananya dari DPK, sesuai persyaratan dan tata cara pengajuan restitusi sebagaimana diatur pada Peraturan Kapolri tentang Penggantian Biaya Pelayanan Kesehatan bagi Pegawai Negeri pada Polri.
14. Administrasi Pertanggungjawaban Keuangan yang selanjutnya disebut Perwabku adalah dokumen laporan keuangan yang dilengkapi dengan bukti- bukti penerimaan dan pengeluaran uang yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 2 Tujuan peraturan ini sebagai pedoman dalam pengelolaan DPK untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau dan bermutu bagi seluruh Pegawai Negeri pada Polri dan keluarganya.
Pasal 3 Prinsip-prinsip dalam pengelolaan DPK:
a. efektif, yaitu pengelolaan DPK harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai sasaran yang ditetapkan;
b. efisien, yaitu pengelolaan DPK harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan, tepat waktu, tepat jumlah, dan dapat dipertanggungjawabkan;
c. transparan, yaitu pengelolaan DPK dan semua ketentuan serta informasi sifatnya terbuka untuk Pegawai Negeri pada Polri; dan
d. akuntabel, yaitu pengelolaan DPK harus dapat dipertanggungjawabkan secara vertikal maupun horizontal baik kepada pimpinan Polri dan publik, terutama kepada Pegawai Negeri pada Polri yang merupakan sasaran dari pengguna DPK.
Pasal 4 Ruang lingkup peraturan ini terdiri dari:
a. mekanisme pengelolaan;
b. alokasi penggunaan dan pendistribusian; dan
c. pengawasan dan pengendalian.
BAB II MEKANISME PENGELOLAAN
Bagian Kesatu
Tingkat Pusat
Pasal 5 Mekanisme pengelolaan anggaran DPK di tingkat pusat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a setiap awal tahun anggaran, Deputi Kapolri Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Derenbang Kapolri) atas nama Kapolri bersama Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan (Kapusdokkes) Polri dan Kepala Pusat Keuangan (Kapusku) Polri menetapkan alokasi Pagu DPK;
b. alokasi dana disusun berdasarkan penerimaan DPK tahun anggaran yang lalu ditambah dengan perkiraan intake personel dan dikurangi perkiraan anggota yang pensiun;
c. setiap bulan Kapusku Polri mengajukan permohonan penerbitan Surat Ketentuan Pembayaran Perhitungan Fihak Ketiga (SKP PFK) kepada Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan berdasarkan realisasi gaji bulanan yang lalu;
d. setelah tutup tahun anggaran, Kapusku Polri mencocokan potongan DPK yang dilaporkan oleh Bendaharawan Gaji dan yang dipotong oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) dan apabila terdapat selisih kurang setelah tutup buku tahun anggaran, Kapusku Polri meminta kekurangan tersebut kepada Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan; dan
e. Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan bersama Pusku Polri melaksanakan rapat rekonsiliasi data potongan iuran wajib gaji anggota Polri dan PNS Polri dan apabila sudah terdapat kesepakatan dan kesamaan angka-angka antara kedua belah pihak, Dirjen Perbendaharaan menerbitkan Surat Keputusan Perhitungan Rampung dan selanjutnya dananya disalurkan kepada Kapusku Polri.
Pasal 6 Pengelolaan anggaran DPK di tingkat pusat sebagaimana dimaksud Pasal 5 huruf c, huruf d dan huruf e dilakukan sebagai berikut :
a. Kapusku Polri membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP) kepada Dirjen Perbendaharaan Departemen Keuangan dan selanjutnya memberitahukan kepada Derenbang Kapolri bahwa DPK telah diterima dengan tembusan Kapusdokkes Polri.
b. Derenbang Kapolri atas nama Kapolri menerbitkan Surat Keputusan Otorisasi Kapolri tentang Penggunaan DPK berdasarkan Alokasi Pagu DPK Tahun Anggaran Berjalan.
c. Kapusku Polri menyalurkan DPK kepada Kepala Bidang Keuangan (Kabidku) Mabes dan Kabidku Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah (Polda) sesuai Surat Keputusan Otorisasi Kapolri tentang Penggunaan DPK.
Bagian Kedua Tingkat Kewilayahan
Pasal 7 Mekanisme pengelolaan anggaran DPK di tingkat kewilayahan dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Kepala Biro Perencanaan Umum dan Pengembangan (Karo Renbang) Polda menerbitkan Surat Perintah Penggunaan DPK kepada Kepala Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Kabiddokkes) dan Kepala Rumkit Bhayangkara (Karumkit Bhayangkara);
b. Kabidku Polda membayarkan DPK kepada Bendaharawan Satuan Kerja (Bensatker) dan pihak penyedia barang dan jasa yang ditunjuk oleh Kabiddokkes Polda/Karumkit Bhayangkara yang memenuhi syarat tagihan dengan ketentuan :
1. pertanggungjawaban keuangan harus mempunyai dasar hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
2. hak atas tagihan telah dibuktikan dan kewajiban telah dilaksanakan oleh yang berhak atas tagihan tersebut sesuai dengan batas wewenang dan hak yang diperoleh dengan mendasarkan kepada Peraturan Perundang-undangan; dan
3. pengeluaran telah sesuai dengan tujuan dan sasaran yang direncanakan dalam program yang telah ditetapkan.
c. Kabiddokkes dan Karumkit Bhayangkara selaku pengguna DPK melaksanakan kegiatan sesuai dengan surat perintah penggunaan DPK dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya;
d. Bensatker Biddokkes melaksanakan pembayaran restitusi kepada pegawai negeri pada Polri dan keluarganya yang berhak menerima; dan
e. pelaksanaan anggaran DPK yang belum selesai sampai dengan tutup buku tahun anggaran berjalan dapat dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya dengan menggunakan otorisasi/Surat Persetujuan Pelaksanaan Penggunaan Dana (SP3D) tahun anggaran yang lalu.
BAB III ALOKASI PENGGUNAAN DAN PENDISTRIBUSIAN
Bagian Kesatu Alokasi Penggunaan
Pasal 8 (1) Alokasi penggunaan DPK diperuntukkan:
a. pengadaan obat-obatan dan bahan baku obat;
b. pengadaan alkes/bahan habis pakai; dan
c. restitusi.
(2) Alokasi penggunaan DPK selain diperuntukkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk juga digunakan untuk biaya:
a. packing, creating, handling dan transportation (PCHT); dan
b. biaya administrasi pengadaan.
Pasal 9
(1) Dalam hal terdapat DPK perhitungan rampung, dapat dipergunakan untuk :
a. pengadaan Alkes bersifat investasi khususnya peralatan yang sangat diperlukan pada pelayanan gawat darurat, intensif, tindakan medik utama, dan diagnostik di Rumkit Bhayangkara; dan
b. peralatan standar poliklinik kewilayahan dan satuan sejauh kebutuhan obat, alkes/bahan habis pakai dan restitusi tercukupi.
(2) Pengadaan Alkes yang bersumber dari DPK perhitungan rampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Kapusdokkes Polri kepada Kapolri.
(3) Pelaksanaan pengadaan Alkes dilakukan oleh Kapusdokkes Polri dan Alkes tersebut dihibahkan menjadi barang milik negara.
Pasal 10 Persentase penggunaan dari total anggaran DPK ditetapkan sebagai berikut:
a. Mabes Polri 20%;
b. Rumkit Puspol RS Sukanto 5 %; dan
c. Kewilayahan 75%.
Pasal 11
(1) Persentase penggunaan DPK pada tingkat Mabes Polri sebesar 20% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a digunakan untuk:
a. pengadaan obat dan alkes/bahan habis pakai untuk dukungan kewilayahan 55%;
b. pengadaan obat dan alkes/bahan habis pakai sebagai cadangan situasi tertentu dan pelayanan pusat 20%; dan
c. restitusi 25%.
(2) Penggunaan DPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaksanaannya sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkan skala prioritas.
Pasal 12 Persentase penggunaan DPK pada Rumkit Puspol RS Sukanto sebesar 5% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf b digunakan untuk pengadaan obat dan alkes/bahan habis pakai serta restitusi terbatas.
Pasal 13 (1) Persentase penggunaan DPK pada tingkat kewilayahan sebesar 75% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c diberikan kepada:
a. Biddokkes Polda; dan
b. Rumkit Bhayangkara Polda.
(2) Persentase penggunaan DPK pada Biddokkes Polda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, digunakan untuk:
a. pengadaan obat dan alkes/bahan habis pakai yang tidak terpenuhi dari pengadaan pusat dan untuk pelayanan kesehatan di luar Rumkit Bhayangkara termasuk Poliklinik di tingkat Polres paling banyak 65%; dan
b. restitusi paling sedikit 35%.
(3) Persentase penggunaan DPK pada Rumkit Bhayangkara Polda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, digunakan untuk :
a. pengadaan obat dan alkes/bahan habis pakai paling sedikit 80%; dan
b. regulasi Apotik paling banyak 20%.
(4) Penggunaan DPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) pelaksanaannya sesuai kebutuhan dengan mempertimbangkan skala prioritas.
Pasal 14 Penggunaan DPK oleh Pusdokkes Polri, Biddokkes Polda dan Rumkit Bhayangkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), Pasal 12 dan Pasal 13 ayat (1) ditentukan dengan penetapan Pagu.
Pasal 15 Ketentuan alokasi DPK ditetapkan berdasarkan pagu alokasi yang disahkan dengan Surat Keputusan Kapolri pada setiap tahun anggaran.
Pasal 16 Jasa giro dari pengendapan DPK baik yang ada di Pusku Polri maupun di Bidku Polda dipergunakan untuk:
a. peningkatan kemampuan pelayanan kesehatan;
b. penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan; dan
c. pengendalian/supervisi.
Bagian Kedua Alokasi Pendistribusian
Pasal 17 (1) Alokasi pagu DPK sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 didistribusikan kepada:
a. Pusdokkes Polri;
b. Rumkit Puspol RS Sukanto;
c. Rumkit Bhayangkara pada Satker tingkat Mabes Polri;
d. Biddokkes Polda; dan
e. Rumkit Bhayangkara Polda.
(2) Alokasi pendistribusian anggaran DPK pada tingkat kewilayahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh tim yang terdiri dari unsur Sderenbang Polri, Pusku Polri dan Pusdokkes Polri dengan mempertimbangkan:
a. populasi pegawai negeri pada Polri dan keluarganya;
b. angka morbiditas (kesakitan);
c. kemampuan dan cakupan Rumkit Bhayangkara serta sistem rujukan;
d. rencana kebutuhan obat, bahan baku obat, alkes/bahan habis pakai; dan
e. situasi Kamtibmas.
(3) Keluarga sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a terdiri dari:
a. istri/suami sah anggota Polri/PNS Polri yang tercatat dalam daftar gaji; dan
b. anak sah anggota Polri/PNS Polri di bawah usia 25 (dua puluh lima) tahun, masih sekolah, belum kawin dan masih memperoleh tunjangan anak sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB IV PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 18 Pengawasan dan pengendalian terhadap pengelolaan DPK dilakukan dalam bentuk:
a. pelaporan;
b. supervisi; dan
c. pengawasan dan pemeriksaan (wasrik).
Pasal 19 Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a terdiri dari:
a. Perwabku penggunaan DPK, yang berpedoman pada Peraturan Kapolri tentang Administrasi Pertanggungjawaban Keuangan di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. realisasi DPK bulanan dilaporkan secara berjenjang, dari satker pengguna kepada Kapolri dengan ketentuan sebagai berikut:
1. realisasi DPK satker pengguna wajib dikirim kepada Kabidku Polda, Kabidku Mabes Polri dengan tembusan Kapusdokkes Polri, Irwasda Polda, Karorenbang Polda;
2. rekap realisasi DPK yang dibuat oleh Kabidku Mabes Polri dan Kabidku Polda wajib dikirim kepada Kapusku Polri dengan tembusan Irwasum Polri, Derenbang Kapolri dan Kapusdokkes Polri;
3. rekap realisasi DPK yang dibuat oleh Kapusku Polri wajib dikirim kepada Kapolri melalui Derenbang Kapolri dengan tembusan Irwasum Polri dan Kapusdokkes Polri.
c. penerimaan pengembalian Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) dari Depkeu dan posisi saldo DPK, wajib dilaporkan oleh Kapusku Polri kepada Kapolri melalui Derenbang Kapolri dengan tembusan Irwasum Polri dan Kapusdokkes Polri.
d. pengadaan obat, Alkes/bahan habis pakai dan restitusi yang dilaksanakan oleh Kasatker pengguna, wajib dilaporkan kepada Kapusdokkes Polri setiap bulan.
Pasal 20 Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b dilaksanakan secara terpadu ke Rumkit Puspol RS Sukanto, Biddokkes Polda, Rumkit Bhayangkara dan Poliklinik oleh unsur Sderenbang Polri, Pusku Polri dan Pusdokkes Polri.
Pasal 21 Wasrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c terdiri dari :
a. wasrik internal Polri, yang dilakukan oleh Itwasda dan Itwasum Polri; dan
b. wasrik eksternal Polri, yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
BAB V KETENTUAN PENUTUP
Pasal 22 Pada saat peraturan ini mulai berlaku, maka surat Keputusan Kapolri No. Pol.: Skep/- 245/II/2006 tanggal 6 Februari 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Pemeliharaan Kesehatan di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 23 Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2010
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Drs. H. BAMBANG HENDARSO DANURI, M.M.
JENDERAL POLISI