KEBIJAKAN KEMENTERIAN LUAR NEGERI TENTANG PERLINDUNGAN WNI DAN BHI DI LUAR NEGERI DAN KUNJUNGAN JURNALISTIK ASING DI INDONESIA (BAKOHUMAS KEMLU DENPASAR, 6-7 APRIL 2010
Oleh: Drs.ZULKARNAIN
Laporan Kegiatan Mengikuti Bakohumas Pemerintah
Kementerian Luar Negeri di Denpasar Bali.
Beberapa hal dari kegiatan Bakohumas Pemerintah Kementerian Luar negeri ini diinformasikan sebagai berikut :
a. kegiatan Bakohumas Pemerintah Kementerian Luar Negeri ini diikuti oleh kurang lebih 30 (tiga puluh) orang terdiri dari anggota Bakohumas Pemerintah, LSM Institute of Peace and Democracy yang berada pada naungan Kemlu dan ada di Denpasar dan beberapa staf Kemlu.
b. tema kegiatan pertemuan Bakohumas Kemlu ini adalah “Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di Luar Negeri”.
c. Kegiatan dilakukan pada hari Selasa, 6 April 2010 s/d Rabu, 7 April 2010 di Hotel Ramayana Jl. Bakung Sari Kuta Bali.
d. adapun acara dan materinya yang dapat dilaporkan sebagai berikut :
1) sambutan dari Ketua Pelaksana Bakohumas Pusat Drs. Soebagio, MS dengan materi
antara lain :
a) tema yang diusung dalam pertemuan Bakohumas Kemlu kali ini adalah kebijakan Perlindungan terhadap WNI dan BHI di Luar Negeri.
b) Pertemuan Bakohumas Pusat Kementerian Luar Negeri memang ada beberapa perbedaan jika dibanding dengan pertemuan Bakohumas lainnya, perbedaan tersebut adalah :
(1) Lucus atau letak kegiatan yang biasanya di luar Jakarta seperti misalnya di Bandung, Denpasar dan pernah dilakukan di Singapura.
(2) Materi yang disampaikan juga biasanya spesifik, seperti kali ini adalah masalah perlindungan WNI dan BHI di luar negeri serta bagaimana tata cara makan dalam kegiatan formal diplomat untuk kepentingan diplomasi.
2) sambutan dari Direktur Informasi dan Media Kemlu Bapak Sunaryono dengan materi yang disampaikan antara lain :
a) saat ini adalah era globalisasi yang salah satunya ditandai dengan perkembangan begitu pesat dibidang media dan informasi.
b) Untuk menjawab berbagai tantangan yang ada perlu adanya kerja sama antar kementerian dan lembaga yang ada khususnya dibidang kehumasan atau media dan informasi. Pada saat kali ini Kemlu memamfaatkan kerja sama ini untuk mensosialisasikan kebijakan Kemlu dibidang perlindungan WNI dan BHI yang ada di luar negeri.
c) Salah satu yang mendasar dalam kebijakan ini adalah perlindungan dan keberpihakan terhadap WNI dan BHI yang ada di luar negeri dan mendapat persoalan-persoalan seperti misalnya pada TKI, pelajar, wisatawan dan lain-lain.
d)
3) paparan yang disampaikan oleh Bapak Edy Wardoyo Kasubdit II Direktorat Perlindungan WNI dan BHI Kemlu dengan judul “Perlindungan WNI dan BHI di Luar Negeri”, materinya adalah :
a) dasar hukum dalam kebijakan ini adalah :
(1) Perlindungan warga sebagai amanat konstitusi “…melindungi segenap bangsa
(2) Konvensi Wina 1961 (Pasal 3) dan 1963 (pasal 5, 36, dan 37)
(3) Perlindungan WNI dan BHI merupakan misi penting dalam Diplomasi Indonesia (UU
No.37/1999 tentang Hubungan Luar Negeri) :
Pasal 19 b : Perwakilan Republik
b) Akar masalah antara lain :
(1) Besarnya Jumlah Penduduk
(2) Tingginya jumlah Penduduk Miskin, berdasarkan data BPS : Penduduk miskin di
(3) Masih kurangnya program-program pembangunan yang menciptakan lapangan kerja, pemberdayaan SDM lokal, serta peningkatan ekonomi daerah.
(4) Proses rekrutmen yang buruk (pemalsuan dokumen dan indentitas perjalanan).
(5) Rekrutmen langsung oleh sponsor yang berpotensi memicu praktek perdagangan orang.
(6) Lemahnya kontrol di titik-titik perbatasan baik darat, laut dan udara.
(7) Pengeluaran dan/ atau legalisasi dokumen identitas yang tidak memperhatikan kebenaran data.
(8) Koordinasi kelembagaan yang rendah/lemah.
(9) Penegakan hukum yang lemah.
c) Upaya pemecahan masalah antara lain :
(1) Meningkatkan kordinasi dengan seluruh instansi terkait di dalam dan luar negeri
dalam upaya penanganan dan perlindungan terhadap WNI di luar negeri.
(2) Memberikan kebijakan, arahan, dan konsultasi kepada seluruh Perwakilan RI di luar
negeri dalam menangani kasus-kasus TKI di luar negeri.
(3) Pembukaan Citizen Service di 6 perwakilan pada tahun 2007.
(4) Perluasan Citizen Service di 9 Perwakilan pada tahun 2008.
(5) Perluasan Citizen Service di 9 Perwakilan pada tahun 2009.
(6) Standarisasi ISO 9001:2008 untuk Pelayanan Publik baik di pusat (Kemlu) mupun di Perwakilan RI.
d) Prinsip perlindungan adalah keberpihakan dan kepedulian dengan penekanan :
(1) Peduli terhadap WNI yang mengalami masalah dan membutuhkan bantuan.
(2) Keberpihakan Perwakilan dan staf.
(3) Tidak ada pilihan lain selain untuk melayani dan melindungi WNI.
e) Komitmen Kemlu terhadap perlindungan WNI dan BHI di luar negeri ini sebagai berikut : “....Yang tidak kalah pentingnya, politik luar negeri di tahun 2010 akan memperhatikan apa yang kita sebut sebagai “isu-isu intermestik”, yaitu isu yang mencerminkan semakin kaburnya perbedaan antara isu-isu internasional dan domestik. Salah satunya adalah mengenai perlindungan terhadap Warga Negara Indonesia di luar negeri, khususnya Tenaga Kerja Indonesia. Kebijakan luar negeri Indonesia akan berupaya memastikan adanya pengakuan yang lebih baik mengenai hubungan yang saling menguntungkan antara negara pengirim dan negara penerima tenaga kerja: bahwa setiap tenaga kerja Indonesia sebenarnya telah memberi kontribusi bagi negara di mana dia bekerja, di samping pada saat yang sama juga memperoleh nafkah. Kenyataan ini harus dapat terwujudkan dengan lebih baik melalui pengakuan akan hak dan tanggung jawab tenaga kerja kita di luar negeri. Kebijakan luar negeri di tahun 2010 akan berupaya memastikan bahwa kerangka hukum yang diperlukan bagi keperluan tersebut akan tersedia. Yang paling penting, kebijakan luar negeri Indonesia, dan bahkan setiap diplomat Indonesia, akan terus dipandu dengan prinsip keberpihakan dan perlindungan WNI Tanpa kecuali”.
f) Upaya perlindungan antara lain :
(1) Pendekatan hukum berupa : Mediasi dan Konsiliasi, Konsultasi Hukum, Pengacara, Amicus Curiae/ friends of courts.
(2) Pendekatan kemanusiaan berupa : Kunjungan Rutin untuk Konsultasi, memberian bantuan awal, Pendampingan Rohani, Penanganan Kesehatan, Repatriasi
(3) Pendekatan politik berupa : First Track Diplomacy, Kerjasama G-to-G dengan Negara Penerima, Kerjasama G-to-G dengan Negara Pengirim lain, Second Track Diplomacy, People to people contact, Kerjasama G-to-NGO, Kerjasama G-to-International Organization.
g) Pelayanan warga atau citizen service antara lain adalah :
(1) Sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2006 tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (vide Lampiran Inpres Kebijakan huruf B. Perlindungan TKI : Program Penguatan Fungsi Perwakilan RI dalam Perlindungan TKI)
(2) Citizen Service, yang selanjutnya disebut Pelayanan Warga, adalah sistem pelayanan warga yang terintegrasi di Perwakilan RI yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan bagi semua Warga Negara Indonesia, termasuk Tenaga Kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri.
(3) Sebagai sistem terintegrasi yang melibatkan semua unsur di Perwakilan RI, yang tidak terpisahkan dari fungsi konsuler Perwakilan dan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Perwakilan
h) Tugas citizen service adalah meningkatkan kualitas pelayanan dan memperkuat perlindungan kepada WNI baik dalam bentuk jasa ataupun perijinan melalui transparansi dan standardisasi pelayanan yang meliputi persyaratan-persyaratan, target waktu penyelesaian, dan tarif biaya yang harus dibayar untuk mendapatkan pelayanan sesuai peraturan perundang-undangan dan menghapuskan pungutan-pungutan liar dan sebagai koordinator dan penanggung jawab dalam pelaksanaan tugas pelayanan dan perlindungan WNI di Perwakilan.
i) Fungsi citizen service sesuai dengan Peraturan Kemenlu No. 4 tahun 2008 pasal 4 adalah :
(1) Registrasi/ Lapor Diri WNI;
(2) Memberikan bantuan dan perlindungan kekonsuleran;
(3) Memberikan pelayanan dan perlindungan warga bagi WNI yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia;
(4) Memberikan pelayanan dan perlindungan warga bagi WNI yang menjadi awak kapal dan nelayan;
(5) Menyediakan penampungan dan pemberian konseling;
(6) Menyusun dan meng-update data base WNI.
(7) Tertib Administrasi
j) Corparate cultur pelayanan atau citizen service adalah :
(1) Cepat.
(a) Pelayanan kepada WNI yang bersifat administratif dan tidak memerlukan rujukan dokumen kepada instansi terkait di Perwakilan RI diselesaikan dalam waktu yang singkat dan paling lambat selesai dalam waktu 3 (tiga) jam.
(b) Pelayanan yang bersifat non-administratif kepada WNI di Perwakilan RI diproses sesuai dengan materi permasalahan dan diberitahukan kepada WNI dimaksud mengenai tahapan, prosedur dan waktu pelayanan yang akan diberikan
(2) Ramah. Optimalisasi kesan yang hangat, dan siap membantu setiap permasalahan yang dimohonkan.
(3) Murah. Besaran biaya ditetapkan berdasarkan ketentuan yang berlaku untuk biaya kanselerai dokumen dimaksud melalui surat keputusan Kepala Perwakilan RI setempat. Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2007 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah RI No. 75 Tahun 2005 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis PNBP. DIJAMIN TIDAK ADA PUNGUTAN LIAR.
(4) Transparan. Petunjuk tahapan, biaya, prosedur dan waktu pelayanan secara jelas dan mudah dilihat oleh WNI.
k) Kasus-kasus WNI dan TKI di luar negeri antara lain adalah :
(1) Gaji Tidak Dibayar
(2) Pelecehan Seksual
(3) Gaji Dibayar Rendah
(4) Penganiayaan berat dan ringan
(5) Kasus pembunuhan
(6) Kecelakaan kerja
(7) Kasus Trafficking (perpindahan TKI ke negara ketiga)
8) Keabsahan dokumentasi
(9) Pihak majikan tidak menyediakan kamar tidur, tidak diberi makan 3 kali sehari dan kerja selama 24 jam.
(10) Pelanggaran aturan keimigrasian (overstayer)
(11) Tingginya Cost Structure penempatan TKI
l) Langkah-langkah perbaikan pelayanan WNI di luar negeri antara lain adalah :
(1) Moratorium penempatan TKI ke
(2) Mengusulkan pembahasan MOU dengan pemerintah Negara Penerima yang mengatur masalah perlindungan WNI
(3) Mendesak pemerintah negara-negara tujuan penempatan TKI untuk membahas dan menanda tangani MOU penempatan dan perlindungan TKI atau MCN, khususnya Malaysia, Arab Saudi, Australia, Brunei Darussalam dan Yaman
(4) Membuat guidance buat
(5) Sosialisasi/diseminasi informasi mengenai isu-isu perlindungan TKI di luar negeri melalui media elektronik, cetak, dan workshop untuk para pemangku kepentingan di daerah-daerah yang menjadi kantong TKI
(6) Peningkatan kapasitas pejabat-pejabat pelayanan warga bekerjasama dengan Pusdiklat
(7) Perlu diupayakan penyempurnaan UU TKI a.l.Amandemen Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri
(8) Penguatan kordinasi lintas sektor untuk penanganan isu-isu khusus, antara lain Perdagangan orang, kekerasan terhadap perempuan dan anak, dsb.
(9) Penguatan Anggaran Perlindungan untuk mendukung program-program pelayanan dan perlindungan WNI/ TKI oleh seluruh Perwakilan RI di luar negeri (penyewaan pengacara profesional, penyediaan fasilitas penampungan, penyelenggaraan program capacity buildilng bagi TKI di shelter, dsb). Target untuk 2010 – 2014 sebanyak 14.998 kasus TKI dapat terselesaikan.
4) Paparan disampaikan oleh Bapak Sam E. Marentek Kasubdit Fasilitas Media Direktorat Informasi dan Media Kemlu dengan judul “Prosedur Kunjungan Jurnalistik ke Indonesia” dengan isinya antara lain :
a) Keindahan dan keberagaman lansekap alam mulai dari pegunungan, pantai, hutan tropis, taman laut serta keanekaragaman flora dan fauna menjadi daya tarik pembuatan film dokumenter maupun non-dokumenter.
b) Keragaman budaya dan etnis yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, menarik untuk diliput/ dibuat film documenter.
c) Demokratisasi dan kebebasan pers serta kondisi politik dalam negeri yang dinamis menjadi daya tarik bagi jurnalis asing untuk meliput perkembangan dalam negeri Indonesia.
d) Isu-isu seksi : terorisme, human trafficking, illegal immigrant, TKI/TKW, trans-national crime, masalah perbatasan, dan lain-lain.
e) Kategori kunjungan jurnalistik adalah :
(1) Peliputan Berita (media cetak & elektronik, termasuk wawancara eksklusif).
(2) Pembuatan Film (Dokumenter & Non-Dokumenter).
(3) Penempatan Koresponden Asing.
f) Beberapa peraturan yang terkait dengan kunjungan jurnalistik adalah :
(1) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.42/PER/M.KOMINFO/ 10/2009 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Bagi Lembaga Penyiaran Asing Yang Melakukan Kegiatan Peliputan di Indonesia.
(2) Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. KM.62/PW.204/MKP/2004 tentang Prosedur Pembuatan Film Oleh Pihak Asing di Indonesia.
(3) Peraturan Menteri Luar Negeri No.09/A/KP/XII/2006/01 tentang Panduan Umum tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah.
g) Beberapa ketentuan kunjungan jurnbalistik antara lain :
(1) Setiap wartawan asing/ media massa asing yang melakukan kegiatan jurnalistik (peliputan, pengambilan foto & shooting film) di Indonesia harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah RI dan menggunakan visa kunjungan jurnalistik Indeks ‘B 211’.
(2) Wartawan asing tidak dapat melakukan kegiatan jurnalistik dengan menggunakan visa on arrival.
(3) Penempatan Koresponden Asing di Indonesia harus mendapatkan persetujuan rapat clearing house.
(4) Koresponden Asing harus berdomisili di Jakarta (berdasarkan peraturan Menlu No.09/A/KP/XII/2006/01, hurif G no. 53b).
(5) Kegiatan Shooting Film harus mendapatkan izin dari Menbudpar.
h) Pengaturan khusus mengatur soal kunjungan jurnalistik ini adalah :
(1) Kunjungan Jurnalistik ke Papua dan Poso : permohonan harus di bahas di rapat CH baik untuk wartawan/ media asing maupun koresponden asing di Jakarta, setelah disetujui wartawan/media/koresponden asing harus mendapatkan surat jalan dari POLRI.
(2) Peliputan/ Shooting Film ke kawasan konservasi harus mendapatkan Surat Izin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) Ditjen PHKA, Kementerian Luar Negeri.
(3) Peliputan kegiatan tim riset asing : kegiatan penelitian yang akan diliput harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Kementerian Riset dan Teknologi.
i) Proses pengajuan visa kunjungan jurnalistik adalah :
(1) Mengisi formulir aplikasi kunjur di Perwakilan RI, lampiran : data perusahaan, daftar kru & jabatannya, copy paspor, sinopsis, jadwal & lokasi shooting, daftar peralatan, daftar narasumber (bila akan lakukan wawancara).
(2) Menandatangani surat pernyataan setuju dan bersedia mentaati peraturan yang berlaku di Indonesia dan akan menyerahkan salinan hasil pembuatan film kepada Dit. Perfilman Kembudpar (bagi tim film).
(3) Permohonan akan disampaikan Perwakilan RI ke Kemlu untuk dibahas dalam rapat clearing house yang diselenggarakan setiap hari Kamis.
(4) Anggota forum clearing house terdiri atas wakil-wakil dari : Kementerian Koordinator Polhukam, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Komunikasi dan Informasi, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Sekretariat Negara, BAIS TNI, BIN, Kejaksaan Agung, Ditjen Imigrasi, Mabes POLRI.
(5) Dit. Infomed Kemlu akan menyampaikan keputusan rapat kepada Perwakilan
(6) Apabila permohonan ditunda, akan dimintakan keterangan tambahan dari Perwakilan RI/ media yang bersangkutan atau surat rekomendasi/ izin dari instansi terkait di Indonesia.
j) Penempatan koresponden asing di Indonesia :
(1) Media asing menyampaikan surat permohonan penempatan koresponden tetap di Indonesia dengan melampirkan surat penugasan dan dokumen lainnya.
(2) Permohonan tersebut dibahas dalam rapat CH untuk mendapatkan persetujuan.
(3) Setelah diisetujui rapat CH, Kemlu akan kirimkan kawat pesetujuan ke Perwakilan RI.
(4) Setibanya di Indonesia, koresponden baru tsb harus mengurus surat rekomendasi permohonan Izin tinggal, Izin Kerja dan Surat Keterangan Lapor Diri (SKLD) ke Dit. Infomed – Kemlu.
(5) Koresponden Asing harus berdomisili di Jakarta.
k) Kewajian wartawan asing di Indonesia adalah :
(1) Melapor dan Mengurus Kartu Pers Sementara/ Kartu Pers Tetap bagi Koresponden Asing, ke Dit. Informed, Kemlu.
(2) Mengurus izin pembuatan film/ shooting permit dari Direktorat Perfilman, Kembudpar (bagi tim film).
(3) Mengurus Surat Ijin Masuk Kawasan Konservasi (SIMAKSI) dari Ditjen PHKA, Kemhut (bagi kegiatan jurnalistik di dalam kawasan konservasi).
(4) Mematuhi peraturan/ hukum yang berlaku di Indonesia, termasuk peraturan di daerah.
(5) Menyerahkan hasil liputan/pengambilan gambar di
l) Apabila menemukan permasalahan dengan wartawan/ media
5) materi yang disampaikan oleh Duta Besar M. Hannief Djohan dengan judul “Jamuan Makan Diplomatik dan Table Manners” isi antara lain :
a) Bagi seorang diplomat, salah satu sarana untuk mencapai sasaran dalam misi Diplomatik Perwakilan Negara yang diwakilinya adalah dengan menyelenggarakan atau menghandiri suatu ” function ”, dalam hal ini jamuan makan diplomatik, yang sekaligus merupakan dan dapat dijadikan suatu arena untuk melaksanakan diplomasi.
b) Jamuan makan diplomatik tersebut memerlukan penanganan yang cermat karena harus dilaksanakan dengan ketentuan dan tata cara yang dapat diterima secara Internasional dan Universal, mengingat tamu yang diundang berasal dari berbagai negara dengan latar belakang budaya yang berbeda baik dari kalangan diplomatik, instansi pemerintah atau lembaga/ organisasi kemasyarakatan setempat maupun relasi lainnya.
c) Jamuan makan diplomatik juga diselengggarakan dengan tujuan antara lain untuk meningkatkan wawasan dalam pergaulan internasional dan memupuk serta menjalin hubungan baik dan bersahabat dengan mitra kerja.
d) Sebagai sarana diplomasi jamuan diplomatik dapat dimanfaatkan untuk :
e) Negosiasi, Lobby dan mengetahui sikap/ .posisi atau kebijakan pemerintah negara lain terhadap suatu permasalahan untuk kepentingan negaranya.
f) Memperoleh informasi aktual mengenai permasalahan yang sedang berkembang.
g) Menyampaikan keinginan dalam urusan yang memerlukan pendapat dan saran dari berbagai pihak.
h) Menampilkan atau mempromosikan citra rasa dan kebudayaan bangsa.
i) Jenis jamuan diplomatik adalah :
(1) Dinner. Dinner adalah acara santap malam yang biasanya bersifat formal yang biasanya diselenggarakan di rumah, di hotel atau restaurant berupa seatting dinner dengan penyajian atau buffet untuk acara yang tidak terlalu resmi. Dalam acara dinner semacam ini biaasanya ada Guest of Honour ( tamu yang dihormati ) yang dalam preseance pengaturan kursi ditempatkan di sebelah kanan tuan rumah. Sebelum acara dinner dimulai, biasanya didahului dengan cocktail, sambil menunggu tamu - tamu lainnya datang. Pidato singkat, toast dan pertunjukkan dapat di acarakan pada saat jamuan sesuai dengan keinginan tuan rumah (host).
(2) Buffet. Buffet merupakan cara menyajikan santap dalam jamuan, dalam bentuk prasmanan, dimana para tamu mengambil makanannya sendiri pada meja yang disediakan khusus untuk hidangan. Para tamu duduk pada tempat yang telah ditentukan atau bisa bebas, tergantung dari pihak penyelanggara. Jamuan gaya buffet bisa dilakukan untuk santap pagi, siang, malam ataupun supper yang bersifat tidak terlalu resmi.
(3) Banquet. Banquet adalah jamuan santap malam berupa sitting dinner yang bersifat formal dan mewah, dan biasanya diadakan untuk suatu acara istimewa, misalnya menyambut tamu penting, malam dana atau lainnya. Jamuan santap malam yang diselenggarakan oleh Kepala Negara untuk menghormati tamu negara tersebut dengan State Baquet.
(4) Luncheon. Jamuan siang sering disebut Luncheon yang dapat bersifat resmi atau tidak resmi tetapi tidak selengkap dinner.
(5) Table Manners. Hubungan antara Jamuan Makan Diplomatik dan Table Manners adalah sangat erat sekali seperti satu mata uang yang mempunyai dua muka akan tetapi tidak dapat dipisahkan. Dalam pergaulan internasional dikenal Table Manners yang dimaksudkan sebagai etiket dimeja makan. Table Manners mempunyai peranan yang menentukan bagi terselenggarakannya jamuan makan diplomatik dengan lebih terhormat.
(6) Arti penting table manners. Perilaku yang sopan dan santun tidak saja mencerminkan citra positif bagi diri pribadi, melainkan juga bagi bangsa dan negara, selain sebagai ungkapan rasa hormat kepada tuan / nyoya rumah dan sesama tamu lainnya, eiket juga merupakan sikap dalam menghargai jamuan itu sendiri, yang pada gilirannya akan membantu memperlancar interaksi dan saling komunikasi.
j) Etiket sebaiknya tidak hanya diperhatikan pada waktu berada di meja makan saja, melainkan sudah mulai diperlihatkan sejak awal tiba ditempat jamuan sampai dengan waktu berpamitan. Bahkan segala sesuatu yang dilakukan sejak dari rumah, baik dalam menjawab undangan maupun dalam mempersiapkan diri untuk menghadiri suatu jamuan, seperti menentukan pilihan busana yang dipakai atau jenis cinderamata yang perlu dibawa, akan berperan bagi terciptannya suasana jamuan yang baik.
k) Etiket berbusana. Busana yang dipakai dalam sebuah jamuan makan sebaiknya mengikuti dengan busana yang ditentukan oleh pihak yang mengundang. Busana yang ditentukan/ dress code lazim dicantumkan pada bagian kanan bawah kartu undangan.
l) Bagi pria, lounge suit atau bussines suit (pakaian sipil lengkap) merupakan busana yang lazim dipakai baik pada jamuan makan resmi maupun tidak resmi. Di beberapa negara tertentu, Black tie lazim dipakai untuk jamuan makan malam resmi. Sedangkan untuk jamuan makan tidak resmi, selain lounge suit, juga dapat dipakai busana informal seperti two-tone suit (Blazer dan celana dengan warna yang berbeda) atau hem batik lengan panjang.
m) Bagi wanita, untuk jamuan makan resmi lazim dipakai busana long dress atau evening dress dan bagi wanita
n) Untuk jamuan makan malan, bagi pria maupun wanita, sebaiknya memakai busana yang berwarna dasar gelap.
o) Etiket di meja makan antara lain :
(1) Segera setelah berada dimeja makan, sebaiknya duduk dengan tegak dan tenang, serta tidak memegang-megang peralatan makan sebelum dipersilahkan untuk memulai. Hendaknya tidak meletakkan kedua siku tangan diatas meja.
(2) Pada waktu makan dimulai, terlebih dahulu mengambil dan meletakkan serbet di pangkuan. Meskipun pelayan sudah menyajikan makanan dan meletakkannya di atas meja, sebaiknya menunggu dipersilahkan atau setelah semua tamu mendapatkan porsinya
(3) Pada jamuan makan internasional, baik menu yang disajikan maupun tata piranti/ table settings yang dipersiapkan lazimnya mengikuti tata cara a la Eropa. Dengan demikian perlu diperlihatkan cara memegang piranti dan cara makan yang benar serta mengambil piranti yang tepat untuk makanan yang disajikannya. Pertama-tama yang diambil adalah yang terluar dari piranti yang ditata di sisi kanan dan sisi kiri, kemudian piranti berikutnya sesuai dengan tahapan menu yang disajikan.
(4) Santaplah makanan yang disajikan sedikit demi sedikti, tidak tergesa-gesa dan tidak memperlihatkan cara makan yang lahap. Hendaknya tidak berdecak pada waktu mengunyah dan tidak bersendawa/selama berada di meja makan. Pada waktu menyendok makanan dari piring, usahakan agar tidak menimbulkan bunyi.
(5) Sudah barang tentu tuan/ nyonya rumah mengharapkan para tamu dapat menghabiskan makanan yang disajikannya. Namun, sekiranya makanan yang disajikan kebetulan tidak sesuai dengan selera, maka makanan tersebut tidak perlu dipaksakan untuk dihabiskan, bahkan tidak perlu disantap sama sekali apabila merasa yakin bahwa makanan yang disajikan merupakan pantangan berat, baik karena alasan kesehatan maupun alasan keyakinan agama. Menghadapi situasi seperti ini, sebaiknya langsung memberitahukan kepada pelayan dan apabila memungkinkan, meminta makanan pengganti. Pada kesempatan yang baik, hal ini sebaiknya disampaikan dengan meminta maaf kepada tuan/ nyonya rumah.
(6) Minuman yang lazim dihidangkan, selain air putih disajikan pula minuman anggur berupa anggur merah dan anggur putih.
(7) Apabila akan meninggalkan meja makan untuk keperluan yang mendesak, misalnya harus ke toilet atau berbicara dengan telepon genggam di ruang lain, sebelum beranjak sebaiknya permisi/ excuse terlebih dahulu kepada tamu-tamu yang duduk disebelah kanan dan kiri serta meletakkan serbet diatas meja.
p) Etiket percakapan di meja makan :
(1) Percakapan tentang berbagai hal dapat dilakukan. Topik pembicaraan pada waktu makan hendaknya mengenai hal-hal yang ringan. Pembicaraan sebaiknya dilakukan dengan nada suara yang wajar tidak keras atau bernada tinggi dan dilakukan dengan menatap muka/ eye contact pihak yang diajak berbicara sebaiknya tidak berbicara selagi mulut masih penuh dengan makanan.
(2) Hendaknya tidak berbicara seraya mengacung-acungkan tangan kesana kemari dengan memegang pisau atau garpu. Demikian pula suara tertawa yang lepas atau terbahak-bahak sebaiknya dihindari, dengan kata lain, hendaknya berbicara dengan body language yang wajar dan tidak berlebihan.
(3) Seyogyanya tidak memonopoli pembicaraan dengan memberi kesempatan kepada tamu yang lain untuk berbicara. Sedangkan pihak yang diajak berbicara sebaiknya bergantian dengan tamu-tamu yang lain demikian pula hendaknya tidak menyela atau memotong tamu yang sedang berbicara dan sebaiknya menunggu sampai tamu yang bersangkutan selesai berbicara. Pada jamuan makan yang mempergunakan lebih dari satu meja, sebaiknya pembicaraan hanya terbatas dilakukan dengan tamu-tamu yang berada di meja yang sama dan tidak kepada tamu-tamu yang duduk di meja lain.
q) Kata sambutan. Untuk memberikan kata sambutan, tuan/ nyonya rumah akan memberikan tanda dan disampaikan dalam posisi berdiri. Kata sambutan lazim disampaikan pada awal sebelum makan dimulai atau setelah hidangan dessert sebelum kopi menjelang akhir jamuan. Pada waktu tuan/ nyonya rumah menyampaikan sambutan, sebaiknya mengikuti apa yang diucapkannya dengan penuh perhatian. Bila kebetulan sedang makan atau berbicara, sebaiknya segera dihentikan. Tepuk tangan lembut perlu diberikan segera setelah sambutan selesai diucapkan.
r) Cindera mata. Cinderamata khusus dari tuan/ nyonya rumah kepada tamu kehormatan atau pertukaran cinderamata antara tuan/ nyonya rumah dengan tamu kehormatan merupakan acara yang lazim diadakan dalam suatu jamuan makan sebagai tanda persahabatan. Acara ini dapat dilakukan di meja makan setelah toast atau di ruang tamu pada waktu minum kopi.
s) Etiket berpamitan :
(1) Pada waktu berpamitan, sebaiknya tidak hanya dilakukan kepada tuan/ nyonya rumah saja, melainkan juga kepada tamu-tamu lainnya. Hendaknya diucapkan kata-kata sanjung/ compliments kepada tuan/ nyonya rumah bahwa jamuan yang diadakan sungguh menyenangkan. Ucapan terima kasih atas undangannya juga dapat disampaikan lagi keesokan harinya yang lazim dilakukan oleh para isteri kepada nyonya rumah dengan melalui telpon atau mengirimkan kartu.
(2) Hendaknya tidak berpamitan sebelum tamu kehormatan atau tamu yang lebih tinggi kedudukannya meninggalkan tempat jamuan. Namun bila terpaksa, seyogyanya memberikan alasan yang baik dan meminta maaf kepada tuan/ nyonya rumah maupun tamu kehormatan untuk mendahului tempat jamuan.
6) Paparan yang disampaikan oleh I Ketut Putra Erawan, Ph. D. dengan judul “Deepening Human Right and Promotion in
a) Permasalahan dalam membangun demokrasi dan promosinya di
(1) Problem of Hollow Citizenship. Voters transacting their votes for short term benefits.
Lack of women roles in politics.
(2) Problem of Delegative Democracy. Political Parties and Politicians were detached from their voters post-elections. Lack of mechanism for asking accountability.
(3) Problem of Political Parties and Coalitions Fluidity. Multi-party and election systems caused ramification. Elite and Oligarchy Interests.
(4) Problem of Reform Coherence. Formal and Informal Mechanisms (State vs Movement). Procedural and Substantive Content (Process vs Norms).
b) Spektrum hak azasi manusia :
(1) Civil and Political Rights - freedom to life, expression, assembly, etc (First Phase).
(2) Social and Economic Rights – freedom from hunger, right to job, etc [Rights based approach to development] (Second Phase).
(3) Cultural rights – freedom to access, participate, development of culture [Third Phase].
(4) Rights of Indegeneous people -- “Cosmovisions manifest the ecologies and ethics of sustainability. But listening is not enough: we must uphold their basic rights to land, territory, knowledge and traditional resources...made us aware of the web of life and we now have the responsibility of that knowledge as a mandate to curb the devastation of biological and diversity.” (Posey, 1998) (Four Phase).
c) Bali Democration Forum kegiatannya antara lain :
(1) Democracy Promotion emphasizes democratic processes.
(2) Democracy Promotion covers activities of developing and solidifying democratic norms, institutions, and practices.
(3) Democracy Promotion covers multi-arena (nation building, state building, development, etc).
(4) Democracy Promotion should be based on home-ground approach of democratic transitions (Modes of Interactions based on socialization and examples : Program should be focused on activities of lesson learning, sharing experiences, and joint initiatives).
d) Institute Democracy for Peace (IDP) kegiatannya antara lain :
(1) Bridging the Summit of Policy Makers (Bali Democracy Forum) with Societal Dynamics (back to back programs of BDF and others).
(2) Implementing the summary, insights, or agreement of the BDF into program for democracy promotion in
(3) Preparing and Providing Input to the Policy Makers and Partners.
(4) Providing support for lesson learning, sharing experiences, and joint inisiative in promoting democracy in
7) Dalam setiap pemberian materi juga dilakukan diskusi dan tanya jawab dari peserta dengan setiap penyaji.
Dari pemberian materi pertemuan Bakohumas Kementerian Luar Negeri ini menurut pelapor ada beberapa hal yang penting bagi anggota Polri :
a. Anggota Polri khususnya para SLO Polri maupun LO Polri dibeberapa negara, anggota NCB Interpol, anggota Intelkam Polri khususnya yang menangani orang asing perlu mengetahui kebijakan Kementerian Luar Negeri dalam memberikan perlindungan terhadap WNI dan BHI yang ada di luar negeri.
b. Demikian juga baik anggota Baintelkam Polri dan Intelkam kewilayanan serta Humas Polri dan jajaran perlu mengetahui tata cara kunjungan jurnalistik wartawan asing di
c. Untuk itu disarankan beberapa materi Bakohumas Kemlu ini dijadikan materi
Penerangan Satuan sebagai penambah pengetahuan.
KABID MITRA
Drs.ZULKARNAIN .
KBP NRP : 61100610
Tidak ada komentar:
Posting Komentar